Pengaruh Kebudayaan Jepang Terhadap Gaya Berpakaian Remaja Indonesia
Dampak dari imperialisme budaya pop
Jepang tidak hanya mempengaruhi bidang industri hiburan di Indonesia
seperti komik dan tayangan kartun animasi khas Jepang seperti yang telah
disebutkan diatas. Budaya pop Jepang juga ikut mempengaruhi gaya
berpakaian para remaja di Indonesia. Gaya berpakaian khas Jepang ini
disebut dengan Harajuku Style.
Harajuku
sebenarnya adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR
Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat
anak-anak muda berkumpul. Sekitar tahun 1980-an, Harajuku merupakan
tempat berkembangnya subkultur Takenokozoku (komunitas anak muda penggemar dance group di tahun 70-, 80-an di Tokyo). Jadi, Harajuku Style adalah sebutan populer untuk gaya jalanan yang diadopsi dari kawasan Harajuku.
Harajuku
kini sangat menarik minat anak muda dunia, termasuk Indonesia. Gaya,
pilihan warna dan motif pakaian yang dikenakan para kaum muda di seputar
Harajuku banyak ditiru oleh kalangan muda di Indonesia. Umumnya mereka
memiliki perhatian khusus pada produk budaya pop Jepang lainnya,
seperti: anime, cosplay,
komik, makanan, film, majalah, dan juga musik serta bahasa Jepang. Para
kaum muda ini hadir membawa produk persilangan budaya baru yang
merupakan perpaduan dari budaya Jepang dan budaya Indonesia.
Masyarakat
umumnya mengenal Harajuku adalah pakaian khas remaja Jepang yang tidak
biasa, atau, tampilan pakaian yang diluar kebiasaan. Gaya ini dicirikan
dengan gaya yang bebas, memadukan sesuatu dengan tidak lazim, merdeka
berbusana tanpa standar atau patokan yang mengekang ekspresi individu.
Gaya Harajuku berusaha melepas diri dari pakem, tatanan, standar, dan
segala kredo berbusana berikut tata rambut dan rias wajah. Sifat ini
jelas bertentangan dengan teori busana baik etika, fungsi bahkan
estetikanya yang selama ini kita anut sebagaimana gaya berpakaian yang berlaku pada masyarakat umumnya.
Ted
Polhemus, seorang pengamat gaya dandanan dan gaya hidup jalanan pernah
mengatakan, gaya anak-anak muda Jepang ini ternyata bisa mempengaruhi
dunia. Pengaruh ini disebut “Supermarket Of Style”, yang muncul tahun 1990-an. Uniknya, gaya busana jalanan ini juga mengadopsi dari Barat.
Masuknya
gaya Harajuku di Indonesia tidak terlepas dari era globalisasi yaitu
masuknya budaya asing ke Indonesia. Salah satunya adalah Jepang.
Globalisasi budaya faktor utamanya adalah pesatnya perkembangan
teknologi informasi. Faktor lainnya adalah tren masyarakat kota
Indonesia sekarang, seperti “budaya sms”, blog, kegilaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan gaya hidup underground, kegemaran terhadap facebook atau sejenisnya. Dampaknya gaya Harajuku akhirnya juga mempengaruhi pasar fashion di Indonesia dengan cepat baik dari busana, rambut, rias wajah sampai aksesoris, dan lain-lain.
Gaya
Harajuku mempunyi ciri materialnya sendiri di Indonesia. Hal ini
berpengaruh akibat dari faktor agama, budaya mentalitas yaitu sikap dan
mental manusia Indonesia terhadap produk, iklim dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut menyaring budaya luar, sehingga gaya Harajuku
mempunyai bentuk dan gaya tersendiri di Indonesia.
Gaya
Harajuku menjadi gaya khas Jepang dan merupakan gaya yang sangat
individual. Gaya ini menandakan kebebasan dan penampilan modern yang
menekankan pada sensasi dan kebaruan. Pada mulanya gaya ini merupakan
bentuk pemberontakan terhadap nilai kemapanan, kemudian diadopsi menjadi
tren yang meriah di sekitar kehidupan anak muda.
Anak-anak
muda terbiasa berkumpul untuk melepaskan tekanan hidup sehari-hari.
Setiap akhir minggu, mereka berkumpul dan satu sama lain berusaha
berdandan secara ekstrim. Mereka menjadi sosok yang berbeda dari
kehidupan
sehari-hari yang menurut mereka cenderung membosankan.
Di
Indonesia, gaya Harajuku atau dandanan khas gaya anak muda dipopulerkan
oleh beberapa penyanyi, misalnya grup Ratu, Pinkan Mambo, Agnes Monica,
dan J-Rocks. Tidak hanya sebatas penyanyi saja, di Jakarta banyak juga
anak muda yang tidak segan dan tidak malu bergaya Harajuku di
pusat-pusat keramaian. Umumnya mereka memiliki perhatian khusus pada
produk budaya pop Jepang seperti anime, cosplay,
komik, makanan, film, majalah, dan juga musik serta bahasa Jepang.
Seperti yang sudah dituliskan pada bab sebelumnya tentang pengaruh komik
di Indonesia, dapat juga disimpulkan bahwa komik merupakan media awal
yang berpengaruh dalam masuknya gaya Jepang di kehidupan masyarakat
Indonesia. Sejak awal tahun 1990, PT.Elex Media Komputindo meluncurkan
komik Jepang “Candy-Candy”, “Kungfu Boy”, dan “Doraemon” yang berhasil
masuk di pasaran. Pengaruh ini semakin merasuk pada dunia remaja ketika
komik ini diangkat ke media film. Disusul pula dengan populernya game online dari Jepang seperti: Ragnarok, Get Amped, dan Rising Force.
Di
Indonesia peran majalah juga memberikan kontribusi yang cukup besar
dalam menyebarkan pengaruh gaya Harajuku. Banyaknya majalah impor yang
masuk ke Indonesia juga memberikan pengaruh besar. Di Indonesia,
penganut gaya Harajuku selain banyak ditemukan di jalanan ataupun pusat
perbelanjaan, banyak pula dijumpai di acara-acara hiburan tertentu di
kota-kota besar.
Secara
ideologis, gaya Harajuku di Jepang muncul dari semangat pemberontakan
remaja terhadap konsumerisme, pola kehidupan konvensional, dan tuntutan
hidup yang relatif tidak fleksibel dimana kepercayaan tradisional masih
kuat. Sedangkan di Indonesia, seseorang yang berbusana dengan gaya
Harajuku tidak harus membawa nilai pemberontakan terhadap suatu apapun.
Fashion Jepang amat berbeda dengan fashion Barat yang selama ini kita kenal. Fashion dalam
Budaya Pop Jepang tidak mengenal perbedaan gender. Bahkan kadang kita
tak dapat membedakan apakah dandanan itu untuk pria atau wanita. Para
tokoh penyanyi atau artis pria Jepang berdandan layaknya seorang wanita,
dan justru dandanan itu yang populer dan digilai oleh banyak gadis
remaja.
Bishounen yang artinya laki-laki manis justru menjadi idola para remaja putri masa kini dan bukannya pria macho dengan badan yang berotot. Unsur kawaii atau
keimutan adalah unsur yang menjadi daya tarik para remaja pada Budaya
Pop Jepang. Para remaja masa kini banyak mengadaptasi dandanan dari
karakter-karakter yang terdapat dalam Budaya Pop Jepang, seperti para
artis penyanyi, tokoh drama, atau tokoh dalam film animasi dan juga
komik Jepang.
Beberapa dari mereka yang sangat fanatik terhadap fashion Jepang ini sering mengikuti perlombaan busana pop Jepang yang disebut Cosplay. Mereka bukan hanya memakai busana-busana dan meniru karakter-karakter yang ada dalam manga atau anime saja,
tetapi juga menciptakan sendiri gaya busana atau karakter baru. Oleh
sebab itu yang termasuk dalam kategori budaya pop Jepang yang diteliti
dalam penelitian ini adalah anime, manga, dan Harajuku Style.
Media
massa dengan fungsi transmisinya dapat mewariskan norma dan niali
tertentu dari suatu masyarakat kepada masyarakat lain, maka melalui
media yang menyebarkan Budaya Pop Jepang, nilai-nilai dari bangsa Jepang
juga bisa masuk dan menjadi nilai yang dominan dan menjadi tuntunan
perilaku khalayak Budaya Pop Jepang. Sejumlah nilai yang dianut oleh
bangsa Jepang khususnya dalam hubungan antar manusia yaitu Amae (Loyalitas), Giri (Balas Budi), On (Penghormatan pada orang yang lebih tua atau tinggi kelasnya), Kao (Kebanggaan / Self Esteem) dan Ningen Kankei (Kerapatan
/ Keeratan hubungan dalam kelompok). Nilai-nilai Jepang ini sedikit
banyak terkandung dalam Budaya Pop Jepang yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia, khususnya anak dan remaja untuk jumlah yang paling
dominan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar